Rasa-rasanya sudah lama tidak terlihat suasana antusias dan penuh semangat dari para penggila bola tanah air seheboh dan segila euforia gelaran AFF 2010.
AFF 2010 ini agak berbeda dibandingkan gelaran pada tahun-tahun sebelumnya. Setelah wajah persepakbolaan Indonesia sempat tercoreng karena ulah "sepakbola gajah"-nya, kali ini Indonesia patut berbangga karena timnas garuda mampu mencapai final AFF 2010 dan akan menghadapi Malaysia.
Kesuksesan timnas kali ini tidak bisa dipisahkan dari 2 faktor utama yaitu Alfred Riedl (pelatih) dan bergabungnya pemain-pemain naturalisasi (Irfan dan Gonzales) . Alfred Riedl boleh dibilang adalah pelatih bertangan dingin, dengan jelinya dia menggunakan formasi 4-4-2 dan berani merevolusi wajah-wajah lama di skuad garuda untuk kemudian di gantikan oleh nama-nama baru macam Bustomi, Okto, Suyono. Bahkan pemain sekelas Bambang Pamungkas pun harus rela start beberapa kali dari bangku cadangan.
Selain kinerja moncer dan revolusi ditubuh skuad Garuda, ada satu lagi fenomena yang muncul yakni fanatisme dan militansi luar biasa walau sempat menjurus anarkis dari penggila bola tanah air. AFF 2010 benar-benar menjadi saksi betapa masyarakat haus kemenangan, haus kebanggaan, setelah hampir beberapa tahun terakhir sama sekali tidak membanggakan menjadi warga negara Indonesia. Kalau anda sempat berkeliling ke daerah GBK, anda akan melihat antrian panjang, sangat panjang, berjubel, padat, tidak bergerak, bahkan tidak menutup kemungkinan mereka sudah sempat bermalam sembari menunggu loket penjualan tiket AFF 2010 putaran final dijual.
Memang luar biasa gairah dan antusiasme para suporter timnas tahun ini, namun hal ini juga menimbulkan kerawanan tersendiri. Kerumunan orang yang antri demikian lama, tentu sudah berada pada level psikologis dan emosional terendah, rawan ribut dan rawan ricuh. Di beberapa liputan televisi telah terjadi para pengantri tiket ini berbuat anarki dengan meluapkan kemarahan pada kantor PSSI, dan melakukan penghajaran terhadap calo maupun petugas tiket. Sesungguhnya pemerintah, Panpel AFF maupun PSSI adalah pihak-pihak paling bertanggungjawab jika kemudian para suporter bola ini ricuh. Meskipun Indonesia adalah bangsa yang "gila bola" dengan basis suporter paling fanatik se Asia Tenggara namun cara-cara penanganan tiket masih seperti negara terbelakang.
Saya hanya berharap timnas Garuda menang, namun apabila ternyata dewi fortuna tidak berpihak kepada Indonesia, semoga saja kekecewaan para suporter tidak sampai berlaku anarkis yang berujung huru-hara. Semoga.
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-Noncommercial-Share Alike 3.0 Unported License.
0 Comments:
Posting Komentar