"Assalamualaikum blog, apa kabar cuy? lama ya rasanya aku tidak berkeluh kesah lagi kepadamu. Terakhir mungkin kurang lebih 1 1/2 tahun yang lalu ya :) ya beginilah blog, kalau sudah tidak ada lagi tempat aku bisa mengeluh dan mengaduh, ujung-ujungnya aku ya ke kamu blog. Kamu jangan bosen-bosen lah ya, kalo kamu aja sudah bosen, cuy, bisa gila aku nanti dibuatnya :)"
Aku rasa ini definitely bulan-bulan terberat dalam hidupku. Bulan-bulan dimana aku harus menghadapi tekanan dari para asessor, tugas-tugas yang mengalir bak air bah, masih juga harus mengalami masalah percintaan. Serasa tidak ada jeda waktu yang bisa aku gunakan untuk hanya sekedar menghela nafas. Parahnya lagi aku tidak memiliki tempat bersandar, blog!
Kalau aku ini ibarat kapal, maka aku ini adalah kapal nelayan bermesin tunggal yang terombang-ambing di tengah badai besar di lautan lepas tanpa ada bantuan maupun tempat untuk membuang sauh. Terkatung-katung, ngalor ngidul tanpa navigasi yang jelas.
Blog, pernah gak sih kamu ambil satu keputusan berdasarkan murni pertimbangan kebaikan bersama namun justru sekarang kamu malah jadi "Enemy of the State" alias musuhnya orang banyak. Keputusan yang dianggap baik justru malah berbalik jadi the worst decision i've ever made ?
Dicela di twitter, dihantam di telpon, dimaki di smsSaat ini bisa aku bilang dunia sedang tidak bersahabat denganku, blog! Belum pernah aku mengalami situasi yang so overwhelming seperti saat ini. Sedih, pedih, pahit, juga diperlakukan seperti ini, Blog! Ga enakk! serius!
Ibarat aku ini pelanduk, maka ada dua gajah besar yang berada diantara kutub yang berbeda. Ketika aku mendukung gajah A, gajah B marah besar terhadapku. Ketika aku mendukung gajah B, macan, singa, harimau semuanya aja langsung marah besar terhadapku. Nasib pelanduk ini akhirnya cuma ditengah-tengah, pun paling sial juga mati terinjak salah satu gajah itu.
Blog, aku sudah bikin satu (lagi) kesalahan terbesar dalam hidup aku. Total sama kejadian di tahun 2009 itu berarti (yang kasat mata) sudah dua kesalahan besar aku buat dalam 25 tahun aku hidup. Bedanya kalau di 2009 aku jadi korban penderita, sekarang aku malah jadi pelaku/tersangka utama.
Memang dari awal aku yang salah, kurang hati-hati, terlalu terburu nafsu, tidak cermat dalam mengambil keputusan maupun kesimpulan. Aku sendiri tidak tahu persis apa penyebab kecerobohanku ini, aku yang lumayan punya jam terbang dalam menjalin hubungan dengan lawan jenis, malah seperti grasak-grusuk (aku baru bisa merasakannya sekarang). Aku malah bermain seperti amatir, tanpa perhitungan, tanpa perencanaan yang matang. Ah mungkin aku sudah dibutakan oleh cinta, atau mungkin nafsu pribadi.
Aku bermain terlalu koboi, seakan siap menghadapi sekawanan kuda-kuda liar tanpa takut sedikitpun walau dalam keadaan mabuk.
Dan sekarang berlakulah hukum tabur tuai, siapa yang menabur benih dia yang akan menuai (hasilnya). Aku jadi mengecewakan banyak pihak. Apa yang aku tabur dengan tidak sesuai sistem dan prosedur, kini aku menuai kegagalannya. Sebuah harga yang sangat mahal untuk memberikan aku pelajaran bagaimana menjalin sebuah hubungan.
Sungguh skenario yang luar biasa dari Tuhan Pemilik Alam Semesta ini, yang dengan kemurahanNya aku kemudian diberikan pengalaman melalui kesalahan terbesarku no. 2 ini. Dia memberiku peran sentral dalam sebuah drama percintaan, peran yang ternyata antagonis, dan ending yang jauh dari manis.
Hati kecilku memberontak terhadap skenario Illahiah ini, yang mengharuskan aku jadi orang terlaknat dan dikutuki oleh teman-teman baikku, harus mengambil sikap yang sangat pengecut, sangat tidak gentle. Mematahkan hati seorang wanita baik-baik.
Beginilah hakikat seorang manusia, dia hanya aktor dari skenario milik sang Sutradara Kehidupan. Tidak pernah memilih dilahirkan dari rahim siapa, tidak pernah bisa memilih mati dalam keadaan apa. Semua sudah digariskan, semua sudah menjalani perannya masing-masing, yang sudah dibagikan secara adil dan proporsional di lahulmahfudz.
Memang ini jalan yang sudah diberikan oleh Pemilik ruh, tugas aku hanya mengambil hikmah dan belajar dan terus belajar dari noda-noda yang selalu aku buat dalam kehidupan ini.
Beberapa kejadian di dunia ini memang akhirnya ada yang remain unspoken, tidak dijelaskan secara gamblang, tidak dijelaskan secara rinci, malah justru digelapkan atau disamarkan. Tujuannya tidak lain tidak bukan lebih menjaga situasi maupun kondisi status quo. Karena jika kemudian hal ini dijabarkan secara lugas, jelas malah kondisi yang muncul lebih jelek daripada status quo dipertahankan. Bisa lebih out of control ! saya rasa itulah kenapa kemudian ada beberapa kejadian di Indonesia maupun di dunia ini yang menjadi simpang siur alias status quo.
Kondisi yang aku jelaskan diatas terlihat sangat jelas dalam alur film "watchmen". Perang nuklir antara Soviet dengan US dapat kemudian diredam dan malah melahirkan kedamaian dengan menstatus quo kan atau mengkambing hitamkan dr. Manhattan. Padahal jelas-jelas Veidt lah yang menskenario itu semua. Skenario yang keji bagi dr. Manhattan, namun jelas malah membawa perdamaian walau underlyingnya sesuatu yang keji. Malah semua yang tahu akan ketidakbenaran yang terjadi dibungkam. Dunia akhirnya terselamatkan. Sangat Amerika sekali, yang penting hasil, don't care the process within! celakanya ini tidak hanya occur di film, aku mengalaminya.
Dini hari menyergap kota Semarang, namun ini belumlah tuntas. Dalam hening malam ini aku hanya bisa mengeluh dan bergumam, berpikir dan mengenang kembali titian jalan yang sudah aku pintal sepanjang usiaku. Sering dalam aku memintal helai demi helai-nya ada hati yang terluka, ada senyum yang tidak berbalas, ada kasih yang tidak sampai, ada harapan yang sirna, ada air mata kepedihan yang mengalir turun, ada isak tangis yang pecah, ada duka yang mendalam, pun tak sedikit derai tawa riang gembira,suka dan cita, janji dan realisasi, cinta yang tumbuh dan bersemi, hari-hari yang tak lagi sepi. Untuk kesemua itu mungkin tiada cukup berucap maaf, mungkin tiada cukup dibalas dengan bulan maupun bintang. Ternyata kemampuan manusia hanya sampai disini. Mungkin hanya yaumil mizan lah tempat seadil-adilnya pembalasan, terhadap setiap kebaikan maupun keburukan yang aku tabur maupun tuai.
Tulisan ini bukan excuses atas kelalaian, kekhilafan maupun kesalahan yang telah aku perbuat. Ini lebih merupakan catatan kaki, sebuah pelajaran berharga yang mugkin bisa aku ceritakan ke anak-cucuku kelak. Tidak aku memohon, kepada siapapun, dan pihak manapun untuk memahami, bersimpati, memaafkan ataupun mengikhlaskan. Biarlah aku dan Tuhanku, tempat aku memasrahkan semua perkara-perkara ini.
Dalam doa kecilku pagi ini, memang bukan di musola atau di masjid, melainkan dari sebuah kamar sederhana, aku lantunkan doa kepada hati-hati insan dunia yang mungkin pernah sengaja atau tidak sengaja terluka, kepada setiap perkataan yang tiada berkenan, semuga dibukakan pintu maaf yang sebesar-besarnya.
Footnote : 1). Writing while playing a. Geisha-cinta dan benci b. Vidi-pelangi di malam hari
0 Comments:
Posting Komentar