Kamis, 08 April 2010

SALESMAN




definisi kata ini menurut thefreedictionary.com adalah
“ A man who is employed to sell merchandise in store or in designated territory”
Definisi yang sempit..tapi ya sudah lah mari tidak kita ributkan :)
Menjadi tenaga penjualan atau yg akrab di telinga masyarakat sebagai salesman jelas bukan profesi idaman para calon mertua yang notabene pada mengidamkan punya menantu pegawai pajak. Sehingga aku mengutuk keras aksi Gayus Tambunan yang pake nilap pajak 25 Miliar, coba 1 juta atau dua juta aja, kan gak rame urusannya, serakah sih!



Ingin Punya Sapi

Kalau dirunut hingga buyutku di gunungkidul sana,hampir semuanya lulusan akademi dagang. bapaknya bapak dari embahku adalah petani merangkap pedagang sembako,bapaknya embahku adalah penjual kue kacang (dibuat dari campuran gula merah dibentuk bulat ditaburi kacang sangrai),embahku adalah penjual alat-alat besi (ibunya Obama pernah mewawancara Mbahku ini untuk tesisnya), anaknya mbah sales mobil, mantunya mbah jadi sales tumbuhan dan ayahku adalah sales kredit. jadi secara de facto, sales adalah profesi yg cukup mendarah daging di keluarga besarku. Namun ketika melihat Ronaldo beraksi aku ingin menjadi pemain bola, tapi usia sudah kepala dua, melihat Baim, aku ingin menjadi artis sinetron kejar tayang, kencing saja Baim belum lurus sudah beli mobil, melihat Ona Sutra, aku ingin menjadi penyanyi, namun jenis suaraku terlalu polos, tidak ada cengkoknya kata orang, dan ketika aku melihat Pak Tani di sawah depan rumah, muncul cita-cita sederhana tapi penuh makna, aku ingin punya sapi.

Masa Muda, Masa Berganti-Ganti Profesi

Di usia 21 tahun, aku masih belum tahu ingin jadi apa. Sudah beberapa profesi selama menjalani masa kuliah aku lakoni hanya demi mendapatkan gambaran pekerjaan yang aku inginkan. Karir profesionalku di mulai di counter McD Sarinah Malang tahun 2004. Terinspirasi para bule-bule yang suka ambil magang atau part-time di amrik sono, aku melamar sebagai part-timer McD. Setelah melalui beberapa kali wawancara dan seleksi, dari 30-an orang aku termasuk 3 orang yang direkrut. Tugasku sebagai anak baru cukup sederhana memastikan bahwa semua sisi counter McD bersih dan selalu rapi. Dengan memakai baju putih lengan panjang dan celana kain hitam, aku mengepel pelataran pintu masuk, mengelap kaca counter, membersihkan meja, melakukan apa saja asal selalu terlihat sibuk. Satu yang aku suka dari karir pertamaku ini, yakni ketika makan siang tiba. Tentu saja tak lain dan tak bukan adalah lezatnya sajian gratis menu McD dan boleh ditambah es krim pula. Setelah dua minggu aku mengabdi pada “Ronald”, setelah sempat naik kelas ke area penggorengan, aku pun menyerah karena kuliahku berantakan. Aku kemudian merintis bisnis bersama beberapa teman satu angkatan untuk memulai profesi baru sebagai penjual teh botol dan bunga pada saat wisuda Brawijaya berlangsung. Profesi yang satu ini bisa dibilang masih berkorelasi erat dengan pekerjaanku saat ini. Dengan bermodal suara yang lantang, dan sikap pantang kendur, aku dan kawan-kawan menyeruak ditengah hiruk pikuk Sarjanawan dan Sarjanawati, Keluargawan dan keluargawati. “Bu, bunganya Bu, masih segar” “ Mas, bunganya Mas untuk Mbaknya”. Aku lupa kenapa ya profesi yang cukup menjanjikan ini akhirnya bubar jalan. Setelah menjadi sales kembang dan teh botol, pada suatu siang seorang dosen Teknik Brawijaya memberikan info bahwa Brawijaya membutuhkan mahasiswa-mahasiswa setengah nganggur setengah sibuk (semester akhir tapi belum lulus) untuk direkrut tim pemantau ujian independen. To be honest sodara-sodara, ini adalah quantum leap bagi perjalanan karir aku, dari sekedar kuli cuci dan pel Paman Sam, beranjak jadi sales kembang dan saat ini direkrut menjadi juru pantau ujian, wahhh! Karir yang menanjak bukan?

Juru Pantauku Sayang, Juru Pantauku dari Malang

Matahari masih belum sepenuhnya bangun dari tidurnya, Malang masih gelap gulita, dan aku sudah sejak jam 4 pagi terjaga. Bagaimana tidak?! Ini adalah hari pertama dari tiga hariku menjadi juru pantau ujian independen. Sebuah jabatan yang prestisius! Mengenakan hem dan celana kain bersepatu hitam mengkilat dan berkalungkan kartu identitas pemantau ujian, aku berangkat menuju Pakisaji, sebuah kecamatan sekitar 30km dari rumahku. Disebuah Madrasah aku memantau jalannya ujian nasional disana. Ada sebuah rutinitas yang membuat aku bangga menjadi juru pantau, setiap pagi anak-anak madrasah dikumpulkan oleh kepala sekolahnya dan kemudian satu persatu mereka mengular untuk antri mencium tangan Bapak-Ibu guru dan tentu saja Bapak Juru Pantau Ujian Independen..hehe..Setelah selesai melakukan pemantauan dan menyaksikan kotak naskah soal dan jawaban dibawa oleh polisi dan kepala sekolah untu dikumpulkan, aku dan segenap juru pantau mengerjakan form evaluasi hasil pemantauan independen,untuk kemudian dilaporkan kepada ketua tim independen. Untuk 3 hari yang melelahkan, dan sekitar lebih dari 200 km akumulasi jarak yang ditempuh dengan motor bolak-balik, kami, juru pantau independen, antri untuk mengambil upah di rektorat Brawijaya. Bayaranku tiga ratus lima puluh ribu rupiah.

Menjadi Sales, Terjebak atau sebuah pilihan


ketika euphoria sebagai juru pantau usai seiring dengan berakhirnya ujian nasional tingkat SMP di Malang, aku kembali menjadi mahasiswa biasa. Biasa di perpus, biasa di kantin dan biasanya sih ngegame di rumah. Bosan dengan status mahasiswa biasa, aku melamar menjadi pegawai magang di PT. Nestle Indonesia Kejayan Pasuruan. Setelah beberapa kali riwa-riwi Malang-Pasuruan dan interview, aku akhirnya resmi magang di departemen Quality Assurance selama 6 bulan. Bekerja di perusahaan multinasional benar-benar memberikan pengalaman berharga. Di sana aku belajar kerjasama dan kerja paksa juga. Namun ternyata bekerja didalam pabrik dan doing the same old routine adalah bukan gue banget :D

Sembari memasukkan lamaran dan menunggu panggilan test, aku bergabung dengan tim review PNPM Mandiri kelurahan Tlogomas Malang, tugasnya adalah melakukan review kelembagaan, review progam dan sedikit audit masalah keuangan. Selama bertugas aku mulai memikirkan kembali masa depanku, sebuah pertanyaan besar menghadang, mau jadi apa gerangan? Kekhawatiranku yang paling besar adalah aku sebenarnya tidak terlalu kompeten dengan bidang-bidang Teknologi Industri Pertanian, malahan skripsiku membicarakan mengenai System Pakar Evaluasi Kelayakan Kredit Usaha Kecil. Bisa dibilang muatan TIP-nya sangat sedikit. Jadi rada minder juga kalau memang harus bersaing dan adu pengetahuan tentang TIP-TIP-an. Makanya profesi andalan jebolan TIP yakni di bagian quality assurance, production plan, dan semacamnya aku coret dari list pekerjaan idaman. Aku menginginkan pekerjaan yang membawaku menemui banyak orang, mengunjungi banyak wilayah, dan belajar bagaimana bersosialisasi dengan orang lain. Aku juga menginginkan pekerjaan yang tidak memperdulikan basis jurusan ketika kuliah, aku ingin pekerjaan yang tidak menyaratkan IPK 3.5.

Setelah berguru pada mbah google, aku membaca sebuah artikel mengenai dunia sales. Tagline yang paling menarik dari artikel ini adalah “ ini adalah pekerjaan yang tidak ada dusta didalamnya, performa anda akan dengan gamblang dilihat oleh Bos, rekan maupun competitor anda. Anda juga tidak perlu merengek meminta kenaikan gaji pada Bos, karena ada skema insentif yang besarnya bisa beberapa kali gaji”. Tagline provokatif ini makin dibikin bombastis dengan statemen kawan aku di Nestle “coba kamu lihat, orang sales itu adalah calon pemimpin perusahaan, karena dia dituntut mengetahui banyak hal dalam perusahaannya” pernyataan ini makin menarik dengan tambahan dari Dimas “dunia sales terbuka bagi semua jurusan, kau tau bosku di IBM, dia orang sejarah!”

Sampai saat ini aku tetap sepakat dengan cara pandang Steve Jobbs “life is like connecting the dots”, masalah terjebak atau sebuah pilihan, mungkin tidak perlu terlalu dipermasalahkan. Sepuluh tahun dari sekarang, ketika aku melihat kebelakang terhadap semua perjalanan yang telah aku lalui,aku yakin kesuksesan dibangun dari saat itu. Semua merupakan proses panjang dan berliku, hanya tinggal mampukah kita memaknai dan mengambil hikmah dari setiap pilihan dan jalan yang kita tempuh.



Footnote :
1). Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT, setelah 6 bulan puasa menulis, pada malam ini satu lagi tulisan bisa penulis hadirkan ke tengah-tengah hadirin pembaca blog setia. Semuga bermanfaat (emang ada ya?!ke-pe-de-an :p )

2). Penulis masih merupakan sales amatir karbitan dengan catatan penjualan tertinggi masih diangka 280 juta dalam sekali transaksi.

3). Ditulis sambil mendengarkan lagu “Selir Hati –Ahmad Dhani”

4). Pada saat menjadi kuli pel dan cuci McD, penulis pernah dipergoki tetangganya, dan lumayan nano-nano rasanya, malu tapi bangga, miris tapi Pede.

5). Mensuggest anda semua untuk “jangan khawatir dengan menjadi apa sekarang, tapi mau jadi apa nanti” dan “percayalah Tuhan itu tahu tapi menunggu, menunggu kita untuk dengan segenap upaya dan daya mewujudkan impian kita”

6). Mbah Sastro, adalah pemilik Pande Besi di Desa Kajar GunungKidul dan pernah beberapa kali diwawancara oleh stasiun TV terkait Ibunya Obama yang pernah melakukan penelitian disana. Baca disini

7). Posting Asli di sini



2 Comments:

cerita-bunda mengatakan...

Love it :)

:memikirkanselanjutnyamaurequesttulisantentangapathinkthinkthinkthink: :P

Andik mengatakan...

yahh..doyan :D

Posting Komentar

 
;