Selasa, 15 Desember 2009 2 Comments

Garda Depan


Sekitar dua minggu ini cukup banyak mesej di hape, email, facebook, yang hampir kesemuanya menanyakan
" kerja apa sih di Jakarta ?"


Divisi Sales dan Marketing (S&M) saya garansi sudah familiar dikenal oleh khalayak ramai. Bahkan jika dirunut hingga ribuan tahun ke belakang setahu saya Nabi Muhammad juga merupakan seorang salesman handal (baca:Fathonah alias Yang dapat Dipercaya). Dalam struktur besar sebuah Industri Manufaktur maupun Consumer Goods, maka divisi Sales dan marketing adalah jembatan antara Pabrik dengan Konsumen. Para pekerja di divisi Sales dan Marketinglah yang membuat fruitella bisa diemut anak-anak SD selagi istirahat di kantin, Happydent bisa memutihkan gigi para supir taksi yang gak semept gosok gigi, dan Chox yang turut andil menyelamatkan nyawa seorang Ibu Muda yang mual terus gak bisa kemasukan makanan selain coklat dan Mentos Xtra-energy ada disaku eksekutif-eksekutif muda di kantor-kantor bertingkat tujuh belas.

Begitu vitalnya peranan seorang Sales sampai-sampai ketika aku mendapat kesempatan berkunjung ke Pabrik di daerah Cibinong, kami ( anak-anak S&M) disambut bak sekumpulan prajurit habis pulang bertempur minus taburan bunga dan tarian hula-hula. Dengan penuh berapi-api bos divisi produksi menjelaskan detail pemrosesan dan bagaimana alur sebuah permen bisa jadi manis asem asin (ehhh kompetitor neh haha), divisi Logistik menyakinkan siap mem-back-up segala permintaan kami di lapang baik kiriman laut maupun darat. Dan terakhir sebelum kami balik ke Jakarta, kepala Quality Control menjabat erat tangan kami satu-persatu sambil berucap

" Jualan yang kenceng ya Pak, Semakin banyak Bapak jualan biar ampe kami harus lembur juga kami malah senang "


Jujur saja kata-kata ini begitu membuat saya tersentak, saya bertanya-tanya apa sih yang mereka lihat dari kami tim S&M? Pertanyaan ini kemudian terjawa ketika saya memiliki kesempatan bertanya kepada Sales Director di Jakarta.

" Jelas saja mereka begitu mengapresiasi Bapak-Bapak sekaliyan. Bagaimana tidak ?! Sadarkah Bapak di tangan kita para Sales-lah roda pabrik dapat terus berputar, ditangan kita inilah para karyawan Pabrik menggantungkan cita-cita anak-anaknya, dengan perjuangan kita para Akunting bisa menikmati cashflow, apalah artinya perusahaan excellent di produksi tanpa ditunjang penetrasi prima dari S&M-nya ? paling-paling barang cuma numpuk di gudang. Kita ini garda depan perusahaan, hidup-matinya karyawan dan perusahaan ada ditangan Bapak-Bapak Sekaliyan !!"


Kata-kata ini begitu menyentak dan mencubit alam bawah sadarku saat itu, anganku melayang kepada kebangkrutan Fuji Film yang berujung pada pemecatan 3000-an karyawannya, British American Tobacco Indonesia yang dari Manager ke bawahan dibabat abis (beberapa area sales-nya jadi satu angkatan denganku di PVMI). Aku yang awalnya masih belum begitu termotivasi dan under-estimated dengan pekerjaan ini tiba-tiba merasakan gelora semangat yang membuncah.
Setiap bangun pagi dan mulai mengawali hari aku mulai dengan doa kecilku kepada Sang Khalik.

" Ya Alloh, aku pasrahkan penjualan hari ini kepadaMu, di penjualan inilah urat nadi dan denyut perusahaan, di ujung-ujungnya mungkin bergantung harapan anak yang menginginkan sepeda baru, pelajar yang masih menuntut ilmu, dan mahasiswa yang berharap kelulusan dan Ibu yang ingin membeli bayinya susu"


Sebagai seorang Sales Supervisor (SS), oleh superiorku (ASS), aku diberi kewajiban melakukan pemantauan distribusi, pencapaian omzet dan memimpin team salesman. Prinispnya "dimana ada 10 permen di sebuah toko maka 7 macamnya adalah produk PVMI". kegiatan rutin yang aku lakukan adalah melakukan kontrol terhadap stok digudang (jangan sampai d bawa buffer), kontrol penjualan oleh saesman, kontrol ketersediaan dan ketersebaran produk, Seorang SS juga dituntut siap ditempatkan disegala macam area maupun wilayah. Jika harus mengunjungi suatu wilayah atau area maka ASS cuma akan memberikan alamat maupun area tujuan, SS-lah yang harus membuka peta, mencari info jalan tercepat, terus langsung turun ke area tersebut. Tidak boleh SS mengatakan tidak tahu, prinsipnya mending kesasar dijalan 1000 kali daripada tanya ke bos 1 kali. Oya, Bos juga gak ambil pusing kamu orang daerah situ apaorang luar daerah, makanya itu peta Jakarta buat aku mutlak perlu. Biarpun baru 2 minggu aku di jakarta tapi insyaAllah rute-rute jalan di Jakarta sudah 50% paham.

Oya satu lagi, Sales Supervisor itu ngantornya di kolong langit, bisa di warnet, bisa di area wi-fi bisa juga di masjid.
Keluar masuk pasar, toko-toko kelontong pinggir jalan, ampek kantor distributor adalah tempat-tempat yang sering dikunjungi. Bukan jenis pekerjaan kerah putih berdasi yang adem dibawah terpaan AC dan pancaran radiasi komputer, tapi bergumul dengan copet dan preman brengsek pasar Kramat Djati, senggol-senggolan dengan pedagang Ikan Teri yang sudah lama lupa mandi.

Jadi ingat kembali cita-cita jadi orang kantoran, berdasi, hem lengan panjang dan sepatu pantopel semir tebal, haha :)

Tapi aku suka sales, selain dikasi motor buat operasional, semua pengeluaran yang terkait deal-deal dan urusan kantor semua bisa diklaim ke kantor (include: makan, komunikasi, bensin, internet, parkir, servis motor dan stationery). Denger-denger kalo diangkat jad Area Sales Supervisor (ASS) dapat mobil,,wahh semangat..semangat :D Jangan risau ama target deh, menurutku secara default manusia semua sudah terbiasa dengan target koq, malah itulah yang bikin hidup lebih hidup.

Okay, thats for today,folks

Semuga hari-harimu kedepan sesegar Mentos, selembut Fruitella, semanis Alpenliebe, sesejuk Golia dan Warna-warni seindah Marbels (^^)v


Senin, 14 Desember 2009 0 Comments

Kalibata


Sejujurnya tak pernah sekalipun aku berharap mengadu nasib di Jakrta. Hanya saja, kawan, kau tahu sendirilah di Malang tak banyak instansi maupun perusahaan yang membutuhkan gelar sarjanaku. pernah di penghabisan Oktober waktu itu sebuah perusahaan yang bergerak di bidang departement store menawari-ku posisi sebagai supervisor. Bukan hanya gaji yang ditawarkan begutu murahnya namun juga risih sekali rasanya setiap hari harus melihat anak buah memakai rokmini dan stoking hitam. Sudah digaji kecil takcukup pula untuk sekedar menyambung hidup pun harus menanggung dosa mata sehari-hari.
Di kereta Argo Anggrek jurusan Jakarta aku menerawang memikirkan cita-cita 1 istri 3 anak-ku, di kerta sebelah Pak Tua Eksekutif hatiku menggigil memikirkan hiruk pikuk kota Jakarta.

Selepas Gambir, mataku tak henti-hentinya terbelalak melihat taxi Blue Bird tumpanganku membelah segitiga emas Jakarta. Hatiku berdesir ketika melewati Semanggi yang kondang di layar televisi itu, Gedung, Mal, Plaza yang menjulang tinggi membuatku merasa begitu kecil. Ada rasa haru ada rasa bangga ada rasa bingung, sedih dan gundah menyergap ke dalam dada, apa nasib orang daerah sepertiku di kota megapolitan yang trantibnya terkenal galak bukan buatan ini.
Hari Sabtu, 28 November 2009 nasibku ditentukan, ini adalah hari dimana bosa dari segala bos sales dan marketing atau biasa disebut sales director mengumumkan lokasi penempatan bagi kami sales supervisor baru. Asal kalian tahu kawan, 1 jam sebelum ini kami harus menandatangani surat bersedia di tempat kan diseluruh Indonesia. Doaku hanya satu jangan atambua ya Alloh! Satu persau nama kami di sebut, ada yang ditempatkan di Medan, Samarinda, Balikpapan, Yogya, Bandung dan Cirebon.. MasyaAlloh aku ditempatkan di Jakarta.

Malam harinya aku berembug dengan keluarga Tanteku di Cibinong tentang lokasi kost.
"Coba tanya Aya Ida, siapa tahu ada kenalan yang pernah nge-kost di daerah tebet !" kata Tante Tanti padaku.

"Aku coba hubungi kawanku dulu ya siapa tahu ada tempat kost di daerah MT. Haryono" kata Aya Ida (Aya-panggilan tante dalam bahasa Sumbawa).

"Kau jangan kost didaerah Tebet atau Cawang terlalu berbahaya" sambung Aya Ida.

" Aku coba lihatkan di daera Kalibata, disana tempatnya jauh lebih aman ".

Kalibata terkenal dengan keberadaan taman makam pahlawannya. Daerah Kalibat dekat dengan Pasar Minggu, jika jam berangkat dan pulang kantor ruwetnya lalu lintas daerah ini tak beda jauh kusutnya dengan rambut paman Einstein. Tapi jujur saja, Aya Ida tepat memberiku kost di daerah ini, kalibat strategis bukan main, ke warnet dari kost-an jalan sambil merem juga sampe', ke ATM BRI cuma sepelemparan batu sejauh 500 meter saja, warung makan juga tersebar siap membelaiperut-perut pekerja yang kelaperan, dan yang fantastis dari Psr. Minggu metromini bisa kemana saja dan murah meriah.
Jika aku menuju Kalibata Timur, aku jumpai waung nasi uduk yang nasi dan penjualnya sama-sama gurihnya. harga seporsi ayam goreng dan nasi uduk juga gak bikin kantong bolong, cuma kempes ajah, hehe.. Jika jemu dengan per-uduk-an, aku cukup banting setir ke arah barat, nasi goreng Walisongo siap menggoyang lidah kita, kawan. Cukup berbekal tujuh ribu US rupiah maka para wali dengan sepenuh hai menggorengkan untuk kita.
Jika Pagi menjelang (saat belum dikasih motor), aku berjalan kurang lebih 50 meter menuju halte empang tiga. halte empang tiga berdiri diatas jalan raya pasar minggu, sekitar 2 kilometer dari tugu pancoran arah selatan. Di jalan ini setiap pagi menjelma menjadi lautan segala kendaraan mulai gerobak bubur ayam, kendaraan roda dua, tiga, empat, enam, bahkan delapan!
Salah satu ikan yang paling agresif yang hidup di lautan ini adalah spesies berwarna orange dan biru dengan plang "metromini". Makhluk ini jika sudah macet parah bisa melakukan manuver slalom putar kiri, banting kanan, sedikit saja meleng (lengah) ketika berkendara bisa disruduk keganasan biota satu ini. Aku beritahu,kawan, hidup di Jakarta sebenarnya aman dan nyaman asalkan jangan berurusan dengan salah satu dari dua jenis makhluk yakni supir metromini dan supir bajaj.
Metromini adalah kendaraan yang seharusnya masuk musim transportasi Indonesia (bukannya masih beroperasi seperti saat ini). kalau dilihat dari kebulan asap pekat hitam beracun dan bodinya yang jauh dari kata mulus maka sudah barang tentu kalian sepakat denganku bahwa metromini bukan moda transportasi kelahiran tahun 1990 (dia eksis sudah lebih lama dari itu). Metromini berisiknya bukan main, jika melalui jalan yang tidak rata, maka kac-kacanya semua bergeletak seperti mau lompat dari lis-nya. Dari kolong tempat kita duduk jika beruntung kita bisa melihat badan jalan yang sedang kita lewati (baca : lubang). Dan yang sebenarnya kurang disadari para penumpangnya, atau mungkin mereka tahu tapi tidak mau tahu, adalah ancaman tetanus dari besi-besi berkarat yang mendominasi sebagian besar badan metromini. Meskipun keadaan sudah jauh dari sekedar baik, namun pengguna jasa metromini cukup bervariasi, mulai dari eksekutif muda yang bersetelan rapi menenteng tas laptop hingga pembantu rumah angga menor yang baru saja belanja untuk kebutuhan majikannya.
Setiap pagi tua dan muda membanjiri, menyemut diantara ruas-ruas jalan ibukota, terhisap ke dalam busway, berjejal di dalam metromini. Begitu seterusnya setiap hari demi sesuap nasi. Di jalan di Jakartajarak lima kilometer seperti ditempuh setengah hari di jam sibuk. Tidak heran muncul idiom "Orang Jakarta Tua Di Jalan" menuai pembenaran. Oh Jakarta Oh Jakarta....


Jumat, 20 November 2009 1 Comments

Kerja -->0 km, Nikah -->1000km, Nyium Hajjar Aswad --> 10000000km




Bahkan sebuah perjalanan 1000 km jauhnya selalu diawali dengan langkah pertama yang kecil dan langkah itu dilakukan sekarang..saat ini ! (Malang, 20 November 2009)

Belum pernah aku lama-lama memandang lekat-lekat sawah yang terhampar luas di depan jendela kamarku, aku juga tertegun lama ketika memandangi pasar Dinoyo, pasar kumuh bau dan kuno yang biasa aku jadikan patokan buat teman-teman yang kebingungan mencari arah untuk menuju ke rumahku, rasa-rasanya beru kemarin Pak Turi, tukang becak langgananku, mengantarkupulang pergi ke TK Dewi Sartika lewat jalan depan Pasar Dinoyo ini. Lebih gila lagi kamar tempat aku rebah mendengkur, tempat aku mengistirahatkan badan setelah babak belur dihajar kehidupan, Masya Alloh gamang betul meninggalkan semua ini.


Kota kecil yang berjarak sekitar 100-an kilometer dari Surabaya ini begitu istimewa bagi diriku. Dikota ini aku menghabiskan nyaris seumur hidupku. Dikota ini aku belajar naik sepeda roda dua, pergi ke surau belajar mengaji, memiliki kawan-kawan sejati, menghirup pagi di hutan pinus, menjadi bagian garda depan siswa SMU ternama, jatuh ke sungai, menembus Fruit tea Funky Color tahun 1999, hampir mati diserempet truk gula, terjatuh di persimpangan ITN (belum ada traffic light),mengalami patah tulang tangan kiri, dilempari batu anak kampung Ambarawa, naik angkot bayar dua ratus rupiah, menjadi ace striker siji pitu, dimarahin orang tua pacar, nembak cewek pake seragam paskibra, nyuri singkongnya Mbah, jadi pengawas ujian SMP, nyari duit dari jual teh botol pas wisudaan, membersihkan counter MCD Mitra 1, mergokin maling, ngilangin sepeda motor temen, patah hati berkali-kali, dan adu jotos di lapangan bola.

Selama ini aku selalu merasa kuat cukup kuat kalau sekedar menghadapi preman-preman terminal Ubung Bali, namun malam ini ternyata aku baru menyadari aku masih gamang pergi jauh dari Malang. Malam setelah aku menandatangani kontrak kerja, aku menyusuri jalanan kota Malang. Sepanjang jalan aku mengenang kembali setipa sudut kota yang mungkin sudah ribuan kali aku lalui. Namun malam itu kota ini terasa berbeda, ketika melalui jalan pasar belimbing menuju terminal Arjosari, anganku melayang pada tahun 2008, nyaris hampir empat bulan lebih aku riwa-riwi mengejar Bus Tentrem jurusan Pasuruan. Dan malamnya menapaki jalan ini untuk pulang kerumah sekedar merebahkan badan.
Belum lagi kawasan tugu tepat aku menghabiskan masa-masa remajaku, SMA garda depan Malang terlihat tetap angker seperti pertama kali aku menginjakkan kaki. Di SMA garda depan malang raya ini banyak kenangan manis dan pahit menyertai selama tiga tahun bersekolah disana. Dulu aku cukup berandal ketika masih disana, entah sudah berapa kali aku harus berurusan dengan Guru Tatib gara-gara terlambat atau pelanggaran-pelanggaran khas remaja yang semaunya sendiri. Tentu Top of the Top pelanggaran yang aku buat saat itu adalah dihukum seharian sekolah tanpa alas kaki. Sungguh malu bukan buatan, Guru Tatib pada masa itu adalah persis seperti penggabungan dari anggota dewan dan polisi, timpang, kritis namun tidak cermat, dan yang pasti tanpa ampun!

Meskipun aku berkulit sawo matang dan berambut gelombang bukan berarti aku tidak bisa mendapatkan gadis yang aku mau, kawan. Di masa itu, aku termasuk bilangan segelintir pejantan yang sanggup menaklukan bunga-bunga kelas. Tapi jangan dulu kamu menilaiku seberandal itu, tentu saja gadis-gadis itu tidak serta-merta menerima sembarang laki-laki, bukan? Jabatan sebagai Ketua Bidang Olah Raga jelas merupakan jabatan penuh prestise yang dengan menyandangnya tiba-tiba serasa lebih kuat untuk sujud 23 rakaat, lari keliling tugu lima kali, dan lihai memainkan berbagai macam olahraga ketangkasan. Karena secara tampang aku tidak bisa terlalu berbangga,kawan. Di SMA garda depan itu banyak sekali pejantan yang punya rupa lebih manis, lebih tampan dan lebih klimis seribu kali daripadaku. Untuk menutup kelemahanku itu, terkadang setiap pagi aku dan Hakim menghambur mencari kaca besar dahulu sebelum masuk kelas. Kami selalu membawa Gatsby Hard yang khusus untuk memoles rambut agar tampil trendi. Masa itu potongan rambut ala Tintin sedang in! apalagi kami menjabat posisi terpandang di kelas dua-satu yakni Hakim sebagai ketua kelas dan aku sebagai wakilnya. Jabatan penting harus ditunjang dengan penampilan prima, kira-kira demikian motto kami waktu itu. Memang benar kata Bang Haji Rhoma jauh-jauh sebelum kami lahir ke bumi. Kurang lebihnya begini "darah muda, darahnya para remaja". Dan aku beritahu kawan, di SMA garda depan ini tidak ada yang lain yang lebih mengenal Bang Haji selain kawanku, Akhmad. Meskipun saat ini dia sudah menjadi akuntan di perusahaan minyak milik bangsa penjajah Indonesia, namun melalui status Facebooknya dia masih suka mendendangkan lagu-lagu milik Bang Haji. Aku rasa Akhmad tentu senang dengan kehadiran anak Bang Haji yang nampak siap menggantikan peran Bapaknya di kancah perdangdutan Indonesia.
Akibat terlalu banyak bersenang-senang ketimbang belajar pada akhirnya Tuhan Yang Maha Adil tidak tinggal diam, nanti aku sambung lagi masalah ini dilain cerita, kawan.


Selepas Magrib aku rebahkan diriku di dalam kamar mengenang lingkungan RW 08 tempat aku tinggal. RW 08 ini memang istimewa, jika pagi segarnya udara seribu kali lebih murni daripada Jakarta yang makin hari makin kotor, jika panas terik maka di dalam rumah masih terasa angin sepoi-sepoi, jika tidur maka seakan tidak ingin bangkit kembali, dan yang sampai saat ini mengherankan banyak kawan yang pulang kampung adalah gerak jam disini serasa begitu lambat, kehidupan juga mengalir begitu tenang, tidak terburu-buru semua bergerak tenang setenang ayunan daun-daun pohon mangga depan rumah. Di Karang Taruna RW 08 aku, Hazim , dan Tufail adalah 3 pilar pemerintahan, jika aku sebagai pengambil kebijakan dan penentu arah kemudi, maka Hazim ahli memprovokasi massa dan cermat dalam memegang bidang keuangan, sementara Tufail adalah penyeimbang diantara aku dan Hazim, tak jarang jika terjadi perbedaan pendapat maupun cekcok antara aku dan Hazim yang sama-sama punya watak keras kepala maka Tufail-lah yang jadi penengahnya. Pemerintahan kami menjadi tinta emas di era karang taruna RW 08.


"Kita harus merantau, Bang! "

Kata rantau ini masih asing bagi telingaku, terlalu nyaman aku berdiam di Malang sehingga kata-kata ini sangat jarang aku dengar. Namun mau tidak mau suka tidak suka di jaman serba susah seperti ini hidup merantau sudah amat tidak terelakkan lagi. Akhmad dan Hakim sudah lebih dulu jauh merantau di Ibukota yang aku dengar dinominasikan menjadi Kota dengan penduduk yang hanya beberapa strip kepadatannya di bawah New York.

Gambaran keluarga kecil masa depan, satu istri tiga anak, semua berada di balik bayang-bayang merantau. Sepertinya dengan merantaulah, aku dikemudian hari bisa mewujudkan gambaran keluarga masa depanku itu. Pagi ini air mata yang menetes justru dari adikku, bukan dari gadis-gadis seperti Fahimah, Khansa' ataupun Tsana, dia Yunita Adyari Mirastuti. Jikalau senang aku cubitin pipi adikku, di kala sebal kadang aku tarik-tarik jilbabnya. Gadis kecil ini akan jadi anak tunggal kandung yang akan menemani Ayah dan Ibuku di Malang. Sambil bercucuran air mata kami saling mengucap doa, tak kusangka Dia yang biasanya begitu benci terhadapku berurai air mata mengetahui aku hari ini akan pergi untuk waktu yang lama. Mungkin inilah yang dimaksud benci tapi rindu.

Doakan aku Yah, Doakan aku Bu, anakmu merantau..


Footnote :
1). Merantau ke Jakarta, semuga saja ketika penempatan masih dapet di Jawa
2). Tulisan asli di http://andikababulu.blogspot.com/2009/11/kerja-0-km-nikah-1000km-nyium-hajjar.html
 
;